Rabu, 01 Januari 2014

Gunung Dempo

Menjejal lagi pagi pada sebuah mimpi kecil ini. Dimana sebuah tempat mengarungi dalam lamunku, melewati jeram terjal hingga menjemput pelangi di Tanah Sumatra. Gunung Dempo yang tepat berada di Pagar Alam Sumatra Selatan sejenak hening, bisikan tentang langkah yang harus diinjjakkan disana. Dengan ketinggian 3159mdpl gunung ini termasuk gunung dengan karakter hutan basah, yang dimana pohon tinggi menemani setiap lelahku. Hingga akhirnya perjalananku dimulai, menuju mimpi yang dulu hanya pada batas angan-anganku saja.
Dimulai dari Yogyakarta, sebuah kota yang menurutku telah menuntunku pada gerbang-gerbang kecil perjalananku, menjadi saksi dimana kaki ini harus berpijak. Sekitar pukul 15.30 WIB dentum kereta Progo perlahan berjalan membawaku menuju kota padat yang hiruk pikuk nya tak terbatas sampai kita bertemu malam. Dan dari kota Padat Ibukota, kembali aku harus segera menuju Bogor, yang nantinya aku akan bertemu 2 sahabat yang kita bertiga akan mencoba tanah basah pegunungan Sumatra.
Sehari aku beristirahat di kota Hujan hingga tepat 16 Desember kita berangkat meninggalkan pulau jawa, Terminal bus Kampung Rambutan adalah start awal kita bertiga. Arys Kristiawan, Ekki Aditya dan Alvian Fendy yaitu saya sendiri mendekati mimpi kita menuju tanah Sumatra. Bus Sinar Dempo tujuan langsung Kota Pagar Alam telah menunggu, seperti jadwal yang di tentukan yaitu jam 11.00 WIB bis sudah perlahan berangkat.
Bis Sinar Dempo yang kita Tumpangi

Kali ini kita harus mencumbu pagi hingga merangkul malam pada kaca dinding jendela bis. Hingga kusapa selat pada batas senja juga purnama saat itu. Kami tiba di merak sekitar pukul 17.00 dan Kilauan jingga menutup di atas gelombang yang tenang. Pada akhirnya tiba kita pada titik awal kota Pagar Alam, sebuah kota dengan kedamaian yang sejuk. Keramah tamahan yang berbisik pada jabat erat tangan yang mengundang.
Kita langsung dijemput oleh salah satu sahabat dan saudara baru kita dari Mapala Muhammadyah, yaitu KOMPAS, yang basecampnya tak jauh dari pemberhentian bus Sinar Dempo. Tiba di basecamp, secangkir kopi hangat langsung mengawali obrolan panjang tentang seluk beluk Gunung Dempo. Ramai saat itu, sekitar pukul 15.00 wib, karena ada jam perkuliahan mereka di mulai dari sore hingga petang.
Basecamp Mapala Kompas

Untuk cuaca sendiri, Kota Pagar Alam yang tak jauh dari kaki Gunung Dempo memiliki suhu yang cukup dingin juga. Hingga gayung kamar mandi tak sanggup memaksa ku untuk berbesih diri. Menginap satu malam sebelum ke esokan paginya kita berangkat menuju kampung IV, yaitu kampung terakhir yang berada tepat di sela perkebunan the dan di kaki gunung dempo.
Ditemani 2 orang dari KOMPAS, yaitu melky dan rafles kita akhirnya berangkat menuju kampung IV pagi sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah segalanya siap dari logistik, P3K, perlengkapan pendakian dan pastinya semangat kita untuk mencapai TOP Dempo dengan ketinggian 3159mdpl.
Basecamp KOMPAS

Start awal pendakian

Day 1, start pendakian kali ini saya dari bawah kampung 4, sebuah titik awal perjalanan yang menakjubkan dengan hamparan hijau perkebunan the dari PTPN yang membentang di sepanjang langkah kita menapak. Sebenarnya bisa kita start langsung dari pintu rimba jalur kampung IV, akan tetapi karena ada salah satu teman yang mempunyai keperluan akhirnya kita hanya di batas aspal saja, sebelum kampung IV. Perjalanan dari titik awal pendakian kita menuju kampung IV memakan waktu 1 jam. Dan kita istirahat sejenak ketika sesampainya di kampung IV, sebuah kampung kecil yang asri dan sejuk, di huni sekitar 30 keluarga. Langsung menuju rumah pak RT, untuk laporan pendataan siapa saja yang akan naik. Sambil menikmati secangkir teh Dempo hangat sebelum kembali melanjutkan perjalanan panjang kita.

Pukul 12.30, setelah adzan dzuhur langkah ini harus segera menapakkan, sebelum terlarut lama di kampung IV yang memang sebenarnya saying untuk di tinggalkan. Perjalanan masih dengan contour tanah dan view yang sama, dari kampung IV menuju pintu rimba. Perkebunan the kembali menemani kita dengan kesetiaannya, Nampak sepetak kota pagar alam dari sini, di balut kabut tipis yang seolah ingin menggumpal di terik yang menyengat.
Track Perkebunan teh sebelum menuju pintu rimba

Tiba di pintu Rimba pukul 13.30, dan sejenak kita beristirhat sejenak, dari sini sudah Nampak jelas pohon-pohon besar menjulang tinggi di gerbang pintu rimba. Dan di pintu rimba ini pendaki akan memulai langkah barunya dengan melewati hutan basah yang lebat dengan contour tanah basah.
Pintu Rimba kampung 4

Sekiranya istirahat kita cukup, perjalanan kita lanjutkan dengan tujuan shelter 1. Dan jam 14.00 WIB kaki ini kembali bergelut dengan medan yang cukup menguras tenaga, track yang licin dan basah membuat sering kalinya saya terpeleset di jalur ini. Nampak jenis tumbuhan paku-pakuan mendominasi di sepanjang jalur. Akar pohon sebagai penopang langkah membentang di jalur. Hingga nantinya kita tiba di shelter 1 yang memakan waktu 90 menit.
Hutan Rimba Kampung 4

Pintu Rimba kampung 4

Dan benar, akhirnya kita tiba di shelter 1 jam 15.45 WIB, tempat dimana kita bisa mengisi botol minum yang kosong. Karena mata air tepat berada di kanan jalan jalur pendakian, dengan sedikit menurun sudah terdengar gemericik air yang seolah menawarkan kepada kita kesegaran. Shelter 1 ini mempunyai tempat yang cukup luas juga, sekitar 4 tenda bisa didirikan di shelter 1. Cuma rencana awal tim, kita akan mendirikan tenda di Shelter 2. Setelah kiranya istirahat cukup, kita melanjutkan perjalanan kembali menuju shelter 2.
Track menuju shelter 2 yang basah

Pukul 16.30 WIB, kembali waktu menggerakkan langkah kecil ini. Medan shelter 1 menuju shelter 2 cukup menguras tenaga, tanjakan yang bertambah curam hingga terkadang kita di paksa untuk berjalan menunduk untuk menghindari pohon tumbang yang menghalang di jalur pendakian. Tanah basah dan lebat pepohonan masih mendominasi di jalur ini. Akar pohon sebagai pijakan kaki kita melangkah dan helaian kabut tak jarang melintas melengkapi dinginnya hutan rimba pegunungan Sumatra ini.
Batang pohon yang tertutup lumut


Hingga terang perlahan sirna, berganti malam sebagai siklus yang harus kita hadapi. Tanjakan semakin berat dan curam, apalagi penerangan sedikit berkurang karena malam hari. Tiba pada pergantiannya, saya dan tim istirahat sejenak di jalur untuk bergegas mengeluarkan headlamp dengan harapan langkah ini tak goyah hanya karena malam. Setelah sekitar 3 jam berjalan dari shelter 1 kita akhirnya sampai di shelter 2.

Tak lama segala keperluan tenda dan logistic di  keluarkan, berdirilah tenda kami. Duduk kita pada petigaan malam yang panjang, sunyi akan penat  juga hiruk pikuk suasana kota. Secangkir kopi dan teh hangat menemani ucap kata yang seolah kita berada pada sebuah surga kecil yang menawarkan ketenangan. Aku pun menyiapkan menu special di hari yang menurutku istemawa ini. Menu mala mini yaitu nasi kuning, irisan telor dan tempe goreng yang di tumpuk lalu di tabor dengan wortel goreng dan tomat.
Ngopi dulu di tenda

Tent


Tepat jam 00.00 WIB kita sejenak berdoan, mata sejenak terpejam rata, dan semilir angina malam menmbawa doaku, kita dan semesta raya ini menuju impian yang teringgi pada singgasananya. Ya, 19 Desember tepat Umur ini bertambah Tua saja, Prosesi  tiup lilin hingga potong tumpeng dengan sederhana dan ucap doa sudah kita kumandangkan, walau dingin malam itu menyeret kita untuk segera masuk ke dalam tenda.
Ritual #1

Ritual #2

Ritual #3
            “Terima kasih Tuhan, dan pada kedalaman malam tentang langkah. Laju ku tak terhenti hanya untuk menyebut Nama-Mu.  Atas segala tetesan keringat pada gurauan biru membentang, kupijakkan sedikit kesombonganku pada Mu. Maaf. Terima kasih atas segala rangkaian erat tangan juga jemari jemari kecil ini yang mencoba meraih mimpi menerjang ego. Ini adalah kesempurnaan yang kau berikan, melalui dingin dan warna pada setiap pelangi Senja”


Happy birthday


Kini pagi menuntun kita pada segelas teh hangat, dan tak lupa sebatang rokok mengadu oleh bara yang ter genggam. Selamat pagi sumatra, yang senantiasa berikan rindu pada setiap langkah jejak ini. Tepat pukul 10.00 WIB kita melanjutkan perjalan menuju TOP DEMPO 3159mdpl, setelah perut terisi oleh kentang rebus dan roti bakar. Jarak Antara Shelter 2 menuju top dempo memakan waktu 2 jam, katanya sih. Tapi kita memulai dengan semangat pagi yang membara, setelah istrahat panjang di shelter 2. Track awal masih dengan tanah yang basah juga pepohonan yang tinggi, hingga sering terdengar suara monyet bersautan. Setelah sekiranya satu jam kita memasuki track batu, dan di sini vegetasi sudah menandakan kalau Top Dempo sebentar lagi akan kami injak. Nafas sudah mulai tersengal, langkah sedikit gontai karena sering kali kita menjumpai track yang memang tingkat kemiringan nya cukup terjal. Cukup menguras tenaga dan stamina pada siang hari ini.


Track menuju Top Dempo

Dan cakrawala biru siang ini seperti melambaikan tangannya mengajak ku agar segera menapakkan kaki ini pada puncak dempo. Dan tak selang lama kita berjalan, tepat pukul 12. 05 WIB kita akhirnya telah tiba di Puncak Dempo 3159 mdpl. Puncak yang tinggi menjulang, dengan kikisan lereng tebing melengkapi dahagaku pada siang yang terpancar.

“Sujudku, pada segala yang hidup. Dalam nafas dan derai mata yang tersungkur. Detik ini kuucap hingga batas ranting dedaunan. Juga oleh Cantigi yang bercabang, aku milikmu Tuhan dan segala yang disekelilingku”


Top Dempo 3159 mdpl

Top Merapi dan pelataran
Lalu kini setelah langkah ini tertahan sejenak untuk menikmati kuasaNya, aku melanjutkan turun menuju pelataran. Tempat dimana kita mendirikan tenda pada padang savanna yang luas. Dari puncak dempo juga terpampang sebuah atap merapi yang membentang, dan kami esok hari akan menuju ke sana untuk melihat keAgunganya yang taka da henti. Dari puncak dempo turun menuju pelataran sekitar 15 menit, dan lalu langkah ini menuju kesana, melewati aliran sungai kecil dengan gemericik yang bening.
Aliran telaga putri di pelataran


Sore itu kita habiskan pada gemulai jingga pelataran yang merona, Sautan warna pelangi menjejal mata. Meski gerimis sore membawa gigil yang bergetar, tapi aku tak akan melewatkan keindahan ini. Dengan paying ku abadikan setiap sudut sore di pelataran. Dan benar Jingga adanya, sore itu penuh dengan kesunyian yang teramat hening. Hanya kudengar rintik hujan bersautan melewati tepi garis dedaunan. Hingga kupeluk warna senja pada guratan garis mata, menusuk menuju labirin hingga berdetak mengitari nadi yang seolah berdetak kagum oleh rona pancarnya.
Sunset di Pelataran


Sunset di Pelataran 


Selamat malam teman, kini kita akan melewati malam yang panjang pada sebuah ketenangan yang tersirat. Hingga jam 09.00 wib rintik hujan tak berhenti, setidaknya perut sudah terisi nasi goreng buatan arys kristiawan, ya nasi goreng keju. Cukup untuk menghantarkan lelap kita menuju pagi yang sepi.

Tenda kita malam itu bocor, seringkali aku tergugah sejenak untuk melihat air yang masuk. Akhirnya hujan berhenti sekitar pukul 03.00 WIB. Sebuah kabar baik untuk kita, walau sedikit menyenyakkan mimpi panjang ini. Dan pagi kini menggugah naluri agar segera keluar menatap top merapi. Ya, puncak merapi pagi ini terpampang jelas di sela kening yang kencang. Sebelum menuju puncak merapi sodoran secangkir the kembali bernuansa ria pada genggam erat tangan yang sudah beku.

Pukul 09.00 WIB kita pun memulai mengencangkan kaki sembari berdoa agar senantiasa kelancaran, dan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa tak henti terpancar di setiap langkah ini. Untuk menuju Top Merapi yang tak jauh jaraknya, kita memakan waktu sekitar 20 menit. Dan tak selang lama kita berjalan, kembali untaian cantigi atau kalau orang disini menyebutnya kayu panjang umur kembali menyongsong jejak ini, seolah biaskan semangat pagi untuk segera menuju ke atas.
Top Merapi 


Akhirnya summit merapi terhenti pada langkah di puncak Merapi, terpaan angina kencang menjadi saksi di balik biru nya kawahnya. Tepat pukul 10.00 wib kita berdetak kagum melihat pesona yang taka da hentinya, sungguh mata terpana pada biru melingkar di permukaan kawah. Kata penduduk sekitar warna kawah di puncak merapi bisa berubah-ubah warna, dikarenakan tekanan gas yang berada di dalamnya. Warna abu2, hijau dan biru. Dan kalau berwarna merah berarti menandakan gunung ini akan meletus.
Kawah Merapi 



Kawah Merapi yang biru


Kamera pun mengabadikan setiap gerak kita di puncak merapi ini, sebagai pelangkap cerita dari segala perjalanan yang di lalui. Jumaat 20 Desember 2013 tepatnya, kita ber 5 pada suasana yang sama. Oleh kekaguman dan kenikmatan yang rata. Lama kita di puncak merapi, secangkir teh pun tak luput dari genggam erat kembali. Setelah sekitar 1 jam 15 menit kita puas di atap Merapi, kita melanjutkan perjalanan turun untuk segera menuju tenda, karena setelah adzan dzuhur harus mulai melangkah pulang.

Tiba kami di tenda, segera lekas melihat waktu yang sudah menunjukkan jam 12.00 WIB, kita packing pulang. Masih ada satu tanjakan lagi sebelum pulang, kita harus melewati kembali puncak Dempo untuk mengambil jalan kekiri menuju jalur Rimau. Jadi mau gak mau, kita harus ke puncak dempo lagi, jadi 2 kali deh ke TOP Dempo. Semangat2.

Track

Tepat jam 12.25 WIB kita berada di puncak dempo untuk yang ke dua kalinya. Saat ini kita turun akan melalui jalur Rimau. Dari arah pelataran setelah naik menuju TOP Dempo kita mengarah ke kiri menyisiri puncak untuk melewati jalur ini. Vegetasi yang rapat kembali kita lewati, pepohonan yang memaksa kita seringkali harus merangkak menunduk karena cabang pohon yang melintang. Dan waktu kita turun memang benar, banyak orang yang melewati jalur Rimau, tidak seperti kemarin di track Kampung 4 yang sama sekali kita tidak berjumpa dengan pendaki lain, entah Karena memang bukan musim liburan atau jalur kampung 4 yang terlampau jauh medannya menjadikan orang sekitar memilih untuk melewati jalur Rimau yang notabane nya lebih pendek.
Tenda kita di pelataran



Track dominan basah di jalur rimau dan rapatnya pepohonan
Track basah, dan turunan yang curam sudah menghadang di depan mata kepala, Nampak tali webbing yang membentang turun menuju bawah, dan ini adalah titik point pertama yang dimana kita harus melewati turunan menggunakan tali webbing yang sudah tersedia di jalur ini. Dikarenakan tingkat kecuraman yang hamper 90 derajat, dan jalur licin maka track Rimau ini sebagian titik dipasang tali untuk membantu dalam melewati tanjakannya. Dan alhasih cara itu membantu, tak Cuma sekali kita akan menemui point track dengan menggunakan tali webbing dan dadung yang di ikat di batang pohon, dari puncak hingga shelter 2 Rimau kita akan melewati point track seperti ini sebanyak 4 kali, dengan tingkat kecuraman yang sama.
Turunan yang Curam

Track turun Rimau


Shelter 1  rimau
Tiba kita di shelter 2 setelah berjalan selama 2,5 jam dari Top Dempo. Di sini tidak juga terdapat air, karena memang jalur Rimau tidak terdapat sumber mata air. Dan di shelter 2 tidak begitu besar, paling hanya muat untuk 2 tenda kapasitas 4 orang, dan tanah basah juga tidak begitu kondusif untuk mendirikan tenda disini kalau emang tidak urgent. Dari shelter 2 kita harus melanjutkan perjalanan turun menuju shelter 1 dengan kembali ke vegetasi hutan yang rapat. Tanah berlupur seringkali menggoyahkan langhakah kita pada medan yang curam.


Korban Tradisi



Dari shelter 2 menuju shelter 1 kita tempunh dengan waktu 1,5 jam. Cukup menguras tenaga, hingga terkadang kita berhenti untuk sejenak menghela nafas di balik rapatnya belantara. Dari shelter 2 kita akan menuju gerbang rimba pintu Rimau, yang kita lalui sekitar 20 menit dari shelter 2. Akhirnya, Nampak padang rumput yang luas pertanda gerbang rimau sudah hamper mendekat. Total perjalanan turun kita dari puncak Dempo menuju Rimau 4,5 jam.
Rimau


Dan akhirnya perjalananku di Tanah Sumatra, Gunung Dempo pagar Alam selesai,
“Ini hanya segelintir cerita dari sebuah mimpi panjangku, menembus batas kedalaman dan menyusuri biru cakrawala. Pada doa kita berpijak, menuruni tebing curam, dan seketika semangat itu berlari membawa ego yang beku di ketinggian. Kau telah memeluk ku Indonesia, dengan segelintir waktu dan ruang kita berjabat dan kau telah menidurkanku Indonesia melalui mimpi panjang menyusuri batas khayalku. Dan setiap pergantiaanya, sejenak mata ini terpejam mendesis seperti ular derik di perbatas gurun. Lalu aku masih tersujud pada kehenengingan-Mu. Hingga mimpi menghantarkan pada sebuah surga yang nyata"
Terima kasih Tuhan Yang Maha Esa, kedua orang tuaku yang telah banyak mengajarkan tentang perjalanan hidup, komunitas kopi liar Indonesia, mapala kompas muhhamadyah pagar alam, penghuni basecamp kopi liar Yogyakarta. We are you, and this is ways for u.

sea

menikmati sunset di Selat Sunda

Menu di Jalur Sumatra (13ribu saja) lele,tahu,tempe,sayur asem)

Sweet Moment in Mountain

Happy Birthday

Shelter 2 kampung 4

Puncak Dempo 3159mdpl

Pelataran

In the Tent

Rainbow

Sunset in Pelataran

Kado Ulang Tahun

we are you

Saparatoz...!!!



Smooking 

kawah merapi 

Note :
1.     Di Pagar alam biasanya pendaki carter hingga sampai di kampung 4 dan memulai pendakian dari kampung 4 setelah laporan di Pak RT.
2.     Menurut saya, bila anda dari jauh, alangkah baiknya mencoba jalur kampung 4 dan turun jalur Rimau untuk merasakan track yang berbeda
3.     Gunakan sepatu gunung, karena track yang becek dan lembab

4 komentar:

  1. Sangat memukau alur cerita nya seolah saya ikut terlibat didalam pendakian itu terima kasih mbal inspiratif. Salutt tuk semua team ..bravo KOPI LIAR,,,,Separatis

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam lestari Sahabat Giriwana, semoga senantiasa cerita ini bermanfaat bagi para petualang di antero negeri ini.

      Hapus
  2. Belum ada mpok, mungkin nanti short movie nya menyusul. ada seh stock movie, cm belum di edit aja. heheheh

    BalasHapus