Senin, 14 Januari 2013

Jangan Marah Dan Amarah Bumiku

Mentari pagi telah bersinar menepati janji
Didalam pagi tersembul kegelisan
Bilamana Bumi tak lagi dapat dipijak
Bilamana Laut tak dapat menampung air
Bilamana Gunung tak dapat berdiri tegak

panas tak terbantahkan
dingin tak terelakkan
hutan hutanku kini berganti gedung pencakar langit
derap suara langkah berganti deru mesin kendaraan
semuanya telah menjadi amarah dan marah

mungkinkah matahari marah
dan bumi memendam amarah
cuaca telah bermuka dua dan mengkhianati, mungkinkah
dingin angin bercampur aduk dengan polusi

apakah kini engkau benar benar sudah rusak
tolong jangan seperi itu
aku hanya mau menitipkan generasiku
dan aku berjanji akan selalu mengatakan
jagalah bumi ini nak, tanpa alasan dengan modern.






Pecinta Kopi Berjiwa Petualang

Pencinta Kopi Berjiwa Petualang

Adakah hubungannya antara kopi dan kegemaran naik gunung? Kalau ditanyakan kepada Komunitas Kopi Liar, jawabnya jelas ada. Inilah para pencinta alam yang disatukan karena hobi yang sama, gemar minum kopi.
Adakah hubungannya antara kopi dan kegemaran naik gunung? Kalau ditanyakan kepada Komunitas Kopi Liar, jawabnya jelas ada. Inilah para pencinta alam yang disatukan karena hobi yang sama, gemar minum kopi.

Kopi Liar lahir dari 4 anak muda yang sama-sama tengah berpetualang ke Gunung Salak pada 2010. Mereka, yaitu Oi Elbarnaz dan Ilmi D’raja asal Bogor, Cak Ahmad dari Surabaya, dan Nawa asal Banten. Di sini mereka menyadari, hobi minum kopi ternyata bisa menyatukan mereka dalam kebersamaan. “Bukan hanya mempererat kita dengan sesama manusia, tapi juga dengan alam,” tandas Oi Elbarnaz. Kata “Liar” sendiri bagi mereka bisa bermakna ganda.

Selain karena menyukai alam, kata ini bisa berarti sifat dasar manusia, yaitu sifat liar yang harus dibendung dan dihilangkan, dengan cara mengenal keliaran alam itu sendiri. “Agar kita lebih mawas diri dan mengenal alam ciptaan Tuhan,” tambahnya. Kecintaan terhadap alam mereka buktikan dengan kegiatan yang kerap dilakukan, seperti penghijauan dengan penanaman bibit-bibit pohon dan pembersihan sampah. Sambil mendaki, mereka melakukan penghijauan untuk mencegah erosi.

Gunung-gunung yang sudah mereka daki, yaitu Gunung Rinjani, Semeru, Sumbing, Merapi, Salak, Lawu, Sindoro, Gede Pangrango, Argopuro, Sempu, Bromo, dan Kawah Ijen. Sisi pantai yang rawan abrasi juga tak luput dari sentuhan penghijauan Kopi Liar, seperti di jalur Pantai Selatan Yogyakarta, Ujung Kulon, dan Ujung Genteng.

Bukan hanya saat berpetualang saja mereka peduli terhadap lingkungan, Kopi Liar juga sering mengadakan sosialisasi mengenai kepedulian lingkungan. “Kami suka memberikan edukasi kepada masyarakat pesisir dan perbukitan untuk sama-sama menjaga lingkungan. Kami memberi informasi mengenai tata cara pemilahan dan pengolahan sampah sehingga menjadi barang yang bernilai ekonomis,” ujar Oi.

Saat sedang kumpul dan tidak ada jadwal pendakian dan sosialisasi, mereka berkumpul setiap minggunya sambil minum kopi. Pertemuan kadang juga mengajak komunitas lain. Yang seru, saat seluruh anggota Kopi Liar se-Indonesia yang berjumlah 220 orang bertemu, mereka asyik ngobrol soal kelebihan dan perbedaan cita rasa kopi dari masing-masing daerah, tata cara pembuatannya, dan penyajian kopi.

“Anggota kami banyak tersebar di Yogyakarta, Surabaya, dan Bogor,” imbuh Oi. Yang kental dari komunitas yang bermarkas di Yogyakarta ini adalah kegemaran mereka ngopi sambil lesehan. “Bisa menimbulkan inspirasi,” tutupnya. ananda nararya


http://www.seputar-indonesia.com/news/pencinta-kopi-berjiwa-petualang