Jumat, 08 Februari 2013

Merapi di Sela Siluet Rembulan dan Tatapan Sang Kawan


Merapi di Sela Siluet Rembulan dan Tatapan Sang Kawan

Merapi, kokoh menjulang tinggi terlihat oleh kedua mata ku dari persimpangan kota jogja. Ya… siapa yang tak tau merapi,  sebuah gunung yang mempunyai legenda dan sesosok gunung yang angkuh, seakan tak lepas dari gejolak hasratnya. Gunung yang sampai sekarang masih aktif, bahkan bisa dikatakan masuk dalam kategori gunung teraktif di Dunia memang banyak di gemari penggiat alam bebas, pendaki, maupun pecinta alam. Melestarikan, Didaki, dinikmati, menaklukan puncaknnya sampai bahkan menjadikannya tumpukan sampah di setiap langkah itu semua. Memang tak ada larangan bagi siapapun untuk mencapai gunung merapi, namun terkadang hal yang mereka anggap sepele seperti sampah adalah kekejaman yang fatal terhadap alam. Mungkin memang mereka khilaf atau memang pura-pura bodoh di mata alam. Oke, tak perlu panjang lebar membahas itu semua, yang bakalan membuat saya muak oleh tingkah laku seperti itu. Biarkan keseimbangan yang mereka buat akan berimbas buat mereka yang berbuat, dan Hjaulah engkau yang membuat hijau dan di hijaukan olehnya.
Gunung merapi dengan ketinggian sekitar 2900  mdpl pasca erupsi kemain merupakan gunung yang mempunyai nilai mistis, budaya dan tingkat spiritual yang cukup tinggi. Banyak mitos-mitos yang pernah saya dengar tentang gunung ini. Untuk mencapai ke base camp pendakian merapi, membutuhkan waktu 2 jam dari kota Yogyakarta. Base Camp Selo Merapi, titik awal kita melangkahkan kaki untuk menuju puncak tertinggi merapi. Track aspal sekitar 500m dari basecamp kita akan tiba di New Selo. Sebuah tempat seperti gardu pandang yang luas, disini kita bisa melihat Gunung Merbabu tepat di depan mata kita. Dengan latar perkebunan warga. Setiap sore dan hari Minggu New Selo ramai dikunjungi para wisatawan lokal maupun warga daerah sekitar, terutama anak muda.  Kali ini saya akan sedikit menceritkan perjalanan saya ke Merapi bersama Juniardi. Karena disamping saya ingin mengulas sedikit pengetahuan saya tentang Gunung ini saya mencampurnya atau bisa dikatakan Mix dengan perjalanan saya malam itu.
Pukul 12.30 WIB kita mencoba naik berdua, dengan tujuan menyusul teman yang memang sudah berangkat duluan ke atas. Sebenarnya kita ber3, namun karena kondisi salah satu teman kita (ian) hamstring di kaki kiri setelah tanjakan aspal dan tidak juga bisa di paksakan, akhirnya dia turun ke base camp dan bermalam di sana. Tak lupa saat itu setelah sampai di New Selo sebungkus madu sachet dan coklat kita keluarkan. Dengan tujuan menambah sedikit stamina dan kalori dalam tubuh, Juniardipun begitu bersemangat, sangat bersemangat dan berbeda dari biasanya.
Setelah habis kita beristirhat di New Selo, madu, Coklat dan sebatang rokok telah habis, kita lanjutkan perjalanan untuk naik ke atas. Jalur track awal setelah New Selo adalah perkebunan dan Ladang sayur milik warga setempat. Jalan yang cukup lebar, tanah coklat dan sedikit batuan krikil memaksakan kita untuk berjalan santai agar tak terlalu memfosir stamina di langkah awal. Sekitar 20 menit berjalan kucuran keringat Jun mulai berjatuhan dan dentuman Nafasku yang juga sudah bisa terdengar dengan radius 10meter. Heheh . . . ya begitulah maklum ABG tua.
Masih di area perkebunan kita tetap berjalan bersama dengan cahaya bulan yang kebetulan bulan purnama. Jadi kita berjalan tak perlu memakai headlamp saat itu, Tuhan memang banyak memberikan keindahan sempurna malam ini. Ya begitulah bagai pasangan pasutri kita berjalan berdua melewati rumput dan ilalang, dan sejenak berhenti untuk memandang indahnya bulan di pelupuk mata, cengkraman erat tangan kita disaat bergandeng tangan menjadi saksi yang begitu menjijikan malam itu. Kita melihat bulan dengan sesekali berpelukan, sandaran bahunya pun menempel di antara lampu-lampu kota yang malam itu terlihat begitu cemerlang. Tapi inilah persahabatan melebihi batas dari segalanya, melebihi batas nurani kita malam itu. Kita seakan buta, tapi hati dan mata yang berbicara. Kita memang sudah lama berteman, dari akal bulusnya dia dan sifat baikku tak ada yang bisa menutupinya lagi. Ya begitulah sahabat, diatas norma sayang dan di bawah jauh garis cinta. Tapi jangan salah tafsir dulu, Kita bukan Mahopala (Mahasiswa Homo Pecinta Alam). Inget ya bukan MAHOPALA.
Setelah sekitar 30 menit berjalan terdengar keluhan juniardi tentang tidak rasa nyamannya oleh perut yang ia bawa. Mual, dan ingin muntah tiba-tiba mengetuk lambungnya secara perlahan namun pasti. Pucat dan keringatnya hanya bisa ku tonton dengan riang. Ya terkadang ketika kulihat dia susah adalah bahan manis cenda tawa kita. Tapi sepertinya bukan saatnya saya untuk menertawakan dia malam ini. Minyak angin gosok kukeluarkan dalam daypack untuk menggosok leher dan perut dia yang saat itu tersiksa. Hingga terkadang kita tetap memaksakan untuk melangkah pelan. Alhasil tidak sampai 1 jam berjalan, yaitu batas hutan yang menjadi penopang kesengsaraan dia di Gunung Merapi tuntas sudah. Mual yang dirasakan pecah oleh luapan muntah yang dia keluarkan. Ya batas Hutan, seolah sedikit tercemar dengan luapan perut yang tak tertahannkan.
Batas hutan adalah batas antara perkebunan warga dengan hutan, sekitar 1 jam dari New Selo. Hutan disini tidak lebat seperti hutan-hutan di pegunungan lainnya seperti merbabu, sumbing dan sindoro. Dan mulai dari sini juga, akhirnya tas juniardi mulai berpaling dari pangkuannya untuk merambah ke depan dadaku. Tak selang lama kita berhenti disini, kita pun mulai menapaki jalan demi jalan untuk mencapai watu gajah. Sekarang juniardi yang menduduki garda depan pendakian, setelah tas berpaling ke pangkuanku laju juniardi tak terkejar bak bis sumber kencono ( bis Jogja-Surabaya) yang laju kencangnya yang aduhai. Jarak kita sekitar 10 meter, lambaian tangannya di bawah rembulan serasa di  buatnnya redupp dengan nya.
 ‘’Tunggu Jun, pelan-pelan, mentang-mentang cm bawa nyawa” celoteh ku di malam itu kepadannya. Iya mbal” hehehe ujar nya. Setelah kejadian yang mencengkram tadi muka segar juniardi tak kunjung malu untuk menampakkannya. Ceria, Segar, Bugar dan menggebu. Kita lewati pohon demi pohon, tanjakan dmi tanjakan hingga tiba saatnya kita mencapai track bebatuan. 1jam kita melintasi track Hutan, sekarang tiba saatnya untuk berpegangan tangan di bebatuan untuk tetap naik. Kali ini kita harus berjuang keras, karena track batu ini agak sedikit terjal dan menukik tajam.
Memang sebelum mencapai Watu Gajah medan bebatuan harus kita lewati, pada musim badai biasanya disini angin kencang mulai berhembus. Karena tak ada pohon yang tinggi untuk memecah angin di track ini, hanya pohon kecil dan cantigi yang mendominasi. Sama seperti trac hutan sebelumnnya, track batu di tempuh sekitar 1 jam dari hutan. Dan terdengan cengkrama hiruk pikuk orang bersautan di sebelah kiri telinga kita. “KiiiK….. “ sahut ku, dan “kiiiik….” Terdengar balasan. Dan ternyata itu tenda teman yang akan kita susul, Oi,Devi, Fajar, Agam suda merikuk di dalam tenda.
Pukul 03.00 wib kita tiba di watu gajah, sebuah tempat dengan 3 gundukan luas dan 2 goa disini. Ini salah satu tempat favorit kita untuk camp dan mendirikan tenda maupun beristirahat sebelum meakukan summit attack. Tak lama larut dalam obrolan pagi itu, secangkir kopi tak lupa menemani dengan senyum rembulan waktu malam itu. Menunggu sunrise tiba, karena sebelah timur hamaran langit luas terbentang dengan gunung lawu yang megah masih tetap pada singgasanannya. Sekitar pukul 05.00 WIB langit kemerahan menepi ke ara kita. Dan juluran awan putih bersahutan di kiri kanan mataku. Inilah yang di tunggu-tunggu, Sunrise yang pemalu itu akhirna muncul dengan perlahan. Sese photo pun dimulai seperti biasa, tak lupa jari telunjuk sebagai peran penting dalam moment ini. Diala yang menemaniku di setiap moment indahku.
Habis gelap terbitlah terang, sekitar pukul 17.00wib misi kita di mulai kembali ntuk menapaki puncak merapi. Dan ternyata Juniardi juga membawa misi rahasia, sebuah surprise untuk kekasihnya tercinta ketika di puncak merapi nanti. Tenda tetap pada tempatnya, hanya langkah kaki dan raga sejenak berpindah untuk melanjutkan semua ini. Setelah watu Gajag track Batu batu dan batu ang bakalan kita hadapi. Dan pasar bubrah adalah sebuah tempat dimana tempat terakir sebelum kita menuju puncak merapi. Jalur dari Watu gajah ke pasar bubrah sekitar 30-40 menit, tergantung yang naik porter,  pendaki, pribumi atau abg tua. Ya tergantung kapasitas dan pencapaian saja, toh ini juga bukan balap gunung siapa yang cepat dialah pemenangnya. Terkadang konyol juga, gunung kok di balap. Kenapa g tarik Gunung sekalian.
Akhirnya kita sampai di Pasar Bubrah, sebuah hamparan luas bebatuan besar, dimana kita bisa melihat puncak merapi dengan jelas megahnya. Konon dari cerita dan cerita, pasha bubrah adalah pasarnya makluk halus, yang dimana semua makluk halus dari yang mud, remaja, sampai dewasa semua berkumpul disini pada waktu hari tanggal dan bulan yang di tentukan. Katenye.. boleh percaya boleh tidak yang penting tidak mengintimidasi saja. Jalur dari pasar bubrah menuju Puncak Merapi terlihat jelas pagi itu, tak tertutup kabut sama sekali. Dari sini menuju puncak sekitar 1 jam.
Medan yang di suguhkan disini pasir dan batu, dari track pasir nantinya akan terlihat 2 jalur, satu lurus dan satunya lagi kekiri dengan pertimbangan curam dan pasir. Jadi susah untuk naik lewat sebelah kanan. Jadi saya anjurkan naik yang lurus dan sebelah kanan yang curam ketika turun dari puncak. Setelah track pasir sekitar 100 meter kita akan dihadapkan langsung oleh tebing batu yang menjulang tingi dengan perkasa. Inilah tebing terakhir sekitar 200 meter menuju puncak merapi. Medan disini memaksakan kita untuk tetap focus pada pijakan kai dan cengkraman yang kuat di bebatuan. Pelan  tapi pasti, dengan sedikit merambat ke atas. Batuan di sini memang ada yang agak lapuk, jadi kita harus berhati-hati untuk memilih batu mana yang kuat dan batu mana yang tidak layak untuk pijakan kaki. Track yang curam sekitar 80 derajat mau tak mau harus kita lewati untuk menggapai puncak. Dari sini juga sudah mulai menyengat bau belerang dari kawah merapi.
Saat itu banyak juga terlihat pendaki-pendaki lain yang berjuang keras untuk naik ke atas. Memang butuh pengorbanan dan semangat yang extra untuk naik. Hingga tiba kita di bibir kawah merapi yang berbatasan langsung dengan kawah disertai asap belerang yang mengepul. Terlihat juniardi masih di belakang sedikit menuju puncak, dan disaat itu juga dia hamper tak bisa melangkah. Tak sanggup naik, dan ngeri juga melihat bawah yang curam. Dia hanya terpaku melihat keadaannya yang sungguh ironis bila di tertawakan seperti yang kulakukan. Tapi akhirnya berkat bantuan tongkt salah satu teman kami, dia pun berhasil di evakuasi dari zobna mengerikannya. “Puncak…..” Jabat erat, peluk kesah pun terbalas ketika kedua kaki ini berhasil menginjakkannya.
Tak lama selang waktu kita di atas, Nathional Anthem mulai kita nyanyikna bersama, salah satu misi spiritual kita bersama ketika entah berada di puncak gunung manapun. Bangga akan Indonesia, bangga akan jerihpayah, dan Salah satu wujud syukur kita atas Rahmat dan Karunia-Nya yang di berikan selama perjalanan kita. Memang terlihat sedikit lucu dihadapan para pendaki lain mungkin, tapi lantang senyum mereka selantang suara kita juga akan meneriakkan Indonesia Raya di Puncak Merapi. Juniardi yang saat itu ingat juga akan surprise ultah kekasihnya, ia ucapkan dan kata demi kata ia rangkai di atas banner puti yang sudah ia persiapkan. Alhasil tak sampai 10 menit, tulisan Happy Birthday Shanderyna pun terangkai. Dan kembali raut puas, senang, bahagia junardi kembali datang setelah semalam yang ia hadapi terbalas sudah dengan pencapaiannya. 


Thanks Kopi Liar, dimana komunitas ini yang sampai sekarang membibingku untuk menuju keabadian sejati mencintai alam dan memperlakukan seisinya dengan rasa tanggung jawab yang lebih.
 Oleh alvian fendy triastanto

Salam Lestari

Sunrise dari Watu Gajah
Gambar yang terekam Kamera
Pasar Bubrah

Secangkir Kopi Di ujung Puncak Merapi

Track  menuju puncak merapi

Sunset dari Watu Gajah


Puncak

Senin, 04 Februari 2013

Surga Di balik Angkuhanya Gunung Argopuro





Prepare (basecamp Yogyakarta)
27 pagi kita sudah sibuk menyiapkan segala bentuk perlengkapan untuk menuju gunung argopuro, Salah satu gunung dengan track terpanjang se-pulau Jawa dengan jarak 45KM jalur baderan-bremi. Gunung yang juga banyak terselip unsur mistis. Tapi hentikan semua pikiran yang terselip itu terlebih dahulu, karena dapat mengganggu packing saya pagi ini. Dari Sepatu, tas carier hingga perlengkapan pribadi dipersiapkan terlebih dahulu. Hingga sore harinnya dengan ditemani Devi, Ira, Oi saya memulai pergerakan menuju Per Logistikan. Untuk Logistik saya anggarkan Rp.350.000,00 dari mulai Snack,Minyak goreng, permen, hingga minuman. Malam harinnya tinggal ceklist barang, agar nantinya tidak ada satupun barang yang tertinggal. Onix, Tama, Juniardi, Oi, Gimbal(saya sendiri), Tanzie, sudah siap pada posisi untuk di berangkatkan menuju Surabaya. Setelah semua Tim Kumpul di Basecamp Kopi Liar, kita menuju terminal Giwangan.
Surabaya (Basecamp Kopi Liar)
Pagi sekitar jam 08.00 WIB kita tiba di Bungurasih , disana kita di jemput temen-teman Kopi Liar Surabaya yang siap siaga menyambut hangat dan ramah untuk singgah sejenak ke BaseCamp. Setelah peluk mesra karena lama tak jumpa kita pun meluncur ke basecamp Kopi Liar yang tak jauh dari terminal bungurasih. Ternyata di sana sudah dipersiapkan Pecel khas Surabaya dan Pete yang riang menyambut kedatangan kita. Menu istimewa kita santap tak pandang bulu dengan semangat membara. Maklum lapar cethar membahana…!! Katannya sih Filo, Ubay, dan Putri pelangi yang masak dibantu teman2 KL yang mracik bumbunnya. Maknyus Pokok e….
Surabaya-Probolinggo-Besuki
Setelah temu kangen dengan santapan dan saudara KL Surabaya, kita melanjutkan perjalanan menuju Probolinggo dengan memakan waktu 3 Jam. Beranjak ke Bungurasih kita mampir lagi sejenak ke Pos Pemantau di kawasan bungurasih, bertemu Om Pur yang kebetulan nantinya ikut dalam pendakian ini. Setelah bertemu Om Pur kita melanjutkan perjalanan untuk naik Bus Jurusan Probolinggo yang saat itu di bantu pak Agus (petugas terminal bungurasih)  teman Om Pur yang berhasil gocek harga tiket menjadi Rp. 12.000 per orang. Naik Bis Restu, dengan tenaga kencang bi situ melaju, menggasak mobil-monil di sekitarnnya. Hingga tiba di Probolinggo pukul 14.30. Kita turun dan melanjutkan perjalanan lagi menuju Besuki, salah satu kota kecil sebelum naik ke Basecamp Baderan yang letaknya di kaki Gunung Argopuro. Kali in ibis yang kita naiki sungguh teramat pelan hingga sampai di alun2 Besuki jam 17.00. Ada waktu sekitar 1 jam untuk melengkapi perlengkapan seperti sayur-sayuran, panci,spirtus, dan obat-obatan. Tak jauh dari alun2 besuki terdapat pasar yang masih buka walau hanya sebagian pedagang. Kita membeli Kol, Wortel, terong, Tomat dan Lombok yang belum dibeli di Yogyakarta.
Besuki-Baderan
Oh iya masih terlupa kita belum membeli spirtus, karena kita hanya bawa 1 kompor gas portable, sedangkan kita paling tidak menggunakan 2 buah kompor dalam pendakian ini. Untuk mencari spirtus di jam sore seperti  ini bukanlah hal yang mudah, karena took bangunan sebagian suda tutup, dan juga hari ini ternyata hari minggu. Akhirnya kita [putuskan untuk membeli di atas sambil jalan menuju basecamp berharap ada warung yang buka dan menjuyal spirtus. Berangkat dari alun-alun besuki menuju basecamp Baderan menggunakan angkutan tertutup yang kita carter. Perjalanan sekitar 1,5 jam menuju baderan. Dalam perjalanan ke Atas setiap toko kita berhenti mencari spirtus, dan sampai 1 jam kemudian kita belum menemukan juga. Yang dari toko ini di suruh ke toko ini begitu seterusnya kata penjual yang tidak menyediakan spirtus. Hingga berhenti di Bengkel motor yang menjual spirtus botolan seharga Rp.10.000 yang terpaksa kia beli.
Baderan (basecamp Pendakian)
Tiba di basecamp saya menyempatkan untuk mandi, karena tubuh sudah lengket minta ampun. Jam 21.00 wib tiba di basecamp, dan ada 1 rombongan pendaki yang bermalam di situ juga, dari Kuningan katanya. Suasana basecamp baderan malam itu tak terlalu dingin, mungkin karena tidak begitu tinggi jadi saya belum menemukan hawa dingin argopuro. Tak jauh dari basecamp saya bersama Agung turun untuk membeli nasi bungkus. Mengganjal sedikit perut di malam hari biar besok fit dalam pendakian. Oia saya belum memperkenalkan agung, salah satu saudara baru kita dari Jember basicly dia seorang pelaut yang sudah lama melalang buana di berbagai Samudra. Kenal Agung dari Om Pur yang  bertemu di Alun2 Besuki bersama adiknya UUt. Jadi Akhirnya 12 orang dalam pendakian ini. Agung sudah pernah ke gunung argopuro tahun 2004 silam. Sudah lama se, ya semoga saja jalannya masih ingat.
Pukul 23.00 WIB kita istirahat di dalam, setelah mengisi perut. Seperti ikan asin berjajar dalam kehangatan selimut. Sikut sana sikut sini dalam pergelutan malam itu, hingga paduan suara mengalahkan kicuan burung hantu. Rencana kita berangkat sekitar jam 09.00 WIB.
Suara motor pagi serta obrolan anak kecil yang berangkat sekolah membangunkan saya di pagi ini. Kebetulan di samping basecamp adalah SD negri Baderan. Kopi hangat dan biscuit di buka tapi tak dilelang, cukup disantap saja untuk mengisi pagi ini. Packing Packing…. Move Move… obrolan kecil menghentak canda kita. Sedangkan Anak-anak Kuningan sudah berangkat menggunakan ojek motor menuju batas terakhir motor yang kalau jalan kaki 3 jam tapi dengan ojek 1 jam sudah beres. Lumayan she, hemat 3 jam di Start pertama. Kita yang pagi itu tergiur akan ke praktisan ojek, akantetapi angan itu hilang karena kita akhirnya jalan kaki dari basecamp. Setelah breafing pagi tentang jalur pendakian yang diterangkan penjaga base camp, pak siapa lupa saya namannya. Dia menjelaskan detail bagaimana kita dianjurkan untuk memotong jalur dari puncak argopuro untuk melipir ke engklik dan tembus taman hidup. Jadi gak perlu balik ke rawa embik dan sicentor. Lumayan she, hemat sekitar 6 jam kata bapak itu.
Start Baderan - Mata Air 1
Pukul 10.00 WIB kita mulai beranjak jal;an dari Basecamp Baderan, jalan aspal sekitar 10 menit mengawali langkah kita menuju gunung argopuro. Hingga ke perkebunan warga. Panas terik Siang ini menguras tenaga. Jalur menanjak dan landai mendominasi track ini. Jalan sedikit berbatu dan sebelah kana kita disuguhi air terjun yang menjulang dari keinggian. Serta perbukitan yang indah menjadi bonus di track pertama. Sejenak beristirahat dari balik panas terik matahari, hingga akhirnya 3 jam kita berjalan jam makan siang pun menyambut kita, kebetulan agung dan saya membeli nasi telur bungkus agar hari pertama tak perlu memasak. Di temani aliran air yang tak henti-hentinya di area perkebunan warga kita menyantap makan siang. Walau tak lama panas terik matahari muncul kembali, akhirnya selesai juga jam makan siang kita. Kini tinggal yang rokok yang rokok. Tak lengkap rasanya dia tak datang pada acara ini. Hehehe…
Lanjut… track selanjutnya masih di perkebunan warga sekitar 1 jam kita tiba di batas lading dan hutan, batas lading ini dittutup dengan sedikit perkebunan kopi di kiri jalan. Langit mendung mulai mendominasi cuaca siang ini, hingga rintik hujan mulai berjatuhan dan memaksa kita menggunakan jas hujan. Track selanjutnya Hutan dengan jalur yang terguyur hujan, sedikit licin dan tetap menanjak. Semakin deras dan Terlalu deras sampai Cak Ahmad salah satu saudara kita yang berukuran paling besar terkena kram pada kaki kiri nya. Hingga jurus urut yang dilakukan oi elbarnas yang memang pandai dalam dunia perurutan turun tangan. Saya, Oi dan cak ahmad tetap di belakang menunggu laju dari cak ahmad yang kakinya berdenyut kencang, otot kaki yang dingin dan kaku memaksakan kita berjalan pelan. Tim pertama sudah tiba sepertinya, Tujuan awal memang kita bakal mendirikan tenda di Cikasur, namun karena kondisi yang tak memungkinkan kita akhirnya membuka tenda di mata air 1. Tiba di mata air 1 sekitar pukul 16.30 WIB. Tiga tenda kita dirikan mala ini. Angin tak cukup kencang namun dingin mulai terasa di mata air 1, Hingga bara api saya buat dengan tiupan dari mulut ke mulut. Hahahah. Tak cukup besar api mala mini, karena angin juga tak kencang jadi agak sedikit susah menjadikan bara api. Pukul 18.00 WIB cahaya bulan yang mendekati fullmoon mulai menampakkan keindahaanya. Di temani suara air terjun di sebelah tenda yang kebetulan terbelah jurang dan ditepi jurang terjulang tingginy air terjun. Mlam ini sepertinya menjadi malam terunik selama pendakian. Karena banyak sekali kaki seribu/ kluwing mendekati tenda kita. Hingga menempel dan masuk kedalam tenda, sedikit waspada she, emang agak sedikit geli di saat kluwing ini menggerayangi tubuh kita. Warna hita pekat jadi tak terlihat hanya terasa ketika dia merambat naik menuju paha kaki kita. Banyak memang kluwing di daerah ini. Entah musimnya atau lagi infasi mendadak seperti alien saja. Ketika pagi tiba pun tatkala sunrise pagi ini di awali dengan masihnya kluwing menempel di atap-atap tenda.
Mata Air 1- Cikasur
Sekitar pukul 10.00 kita berangkat menuju cikasur, selamat tinggal Kluwing mudah2an tak bertemu lagi di Cikasur. Hahahaha… Jalur dari mata air1 menuju cikasur landai dan juga sedikit menanjak. Namun track pertama yang kita hadapi yaitu sisa hutan pinus bekas terbakar. Banyak pohon-pohon terbakar akibat kemaran tahun kemarin. Dan pohon-pohon tumbang menemani setiap langkah kita. Ironis memang melihat hal ini terjadi.  Kita juga di suguhi oleh indahnya hutan lumut yang rindang dan dingin sekitar 30 menit. Masih hijau dan rimbun track hutan yang kita lewati setelah sisa-sisa pinus yang terbakar. Hingga tiba di batu besar yang katannya di situ mata air 2 ada, akan tetapi agak turun melewati tebing untuk mengambil air. Tapi kita tetap terus menuju cikasur, sebelum cikasur kita melewati alun-alun kecil yang di situ terbentang sabana hijau yang terbentang dan bunga pink dan lavender yang mendominasi. Sungguh menarik mata kita untuk berhenti sejenak menikmati  keindahan yang diciptakan-Nya.. setelah alun2 kecil kita memasuki hutan kembali, masih tetap hutan pinus dengan sisa-sisa kebakaran. Sekitar 30 menit kita tiba di alun-alun besar, padang savanna yang  indah dan cukup luas dari pada alun2 kecil. Ketika memasuki alun-alun kecil tadi itu sudah memasuki wilayah cikasur. Alun2 besar dengan jalan kecil ditengahnya memaksakan kita untuk berjalan sedikit berhati hati karena kaki kita tak bisa jalan melebar. Namun pemandangan yang luar biasa membuat mata kita sejenak tercengan dengan panorama alun-alun besar. Setelah alun-alun besar kita memasuki hutan lagi yang disini sudah banyak kita jumpai Pohon Djancukan. Pohon dengan daun berduri yang apabila kita terkena bagaikan di bilah dengan pedang kenzi himura. Perih dan apabila di garuk maka pedih itu akan menyebar. Sekitar memasuki hutan 10menit hujan turun, dan gemuruh petir tak hentinya bersautan di samping kiri kanan telinga ku. Lagi dan lagi lagi pasang jas hujan. Setiap sore turun hujan, sama seerti sore kemarin. Setelah menembus hutan sekitar 35menit padang hijau kebali terlihat di depan mataku, dan Agung pun berbisik “ sebelah kanan itu ada helipad, ojo mandek yo jalan terus saja” (jangan berhenti ya, jalan terus saja”. Memang peninggalan jepang itu terlihat sungguh mencekam, bangunan lama dan rintikan hujan seakan menjadi teman pas di film2 horor jaman sekarang. Tapi di balik itu semua hamparan luas Cikasur terjulang luas dan sudah terlihat. Tak ku hiraukan yang penting jalan sudah agar sampai. Semangat langkah kaki mulai bergejolak ketika sebuah pos Nampak dari kejauhan. Sebelum menuju cikasur kita harus melewati sungai kecil yang membelah antara cikasur dan helipad. Terlihat jernih dan segar air dengan selada air yang cukup terkenal di Argopuro ini. Sambil mengisi air terlebih dahulu dan sedikit menanjak untuk tiba di cikasur akhirnya kita tiba sekitar pukul 16.30 WIB. Disitu ada salah satu rombongan yang habis muncak namun mereka dari bremi dan turun baderan. Secangkir kopi hitam seakan memutari dalam kehangatan kebersamaan. Setelah sesi perkenalan dan perbincangan, Kita memutuskan untuk membuka tenda dan mencari tempat yang layak untuk berdirinya tenda. Yaitu di sebelah kiri pos di balik bangunan tua Jepang yang berpetak petak kita dirikan tenda.
Fullmoon Cikasur
Memang Surga di Balik Keangkuhan Gunung Argopuro terletak di sini, terang bulan yang indah menemani secangkir kopi malam ini. Menu mala mini yaitu Sop, ikan Asin dan terong Goreng. Waw… perut sepertinya sepakat untuk mengatakan “Yap, masuklah di kehangatan perutku”. Ribuan bintan seolah datang dengan sendirinya melengkapi FullMoon malam ini. Oia malam kali ini kluwing sudah tak hadir dalam sudut tenda, “Bye Bye Kluwing”. Hingga nasi pun matang, sayur sop dan semua lauk yang terhidang malam ini tinggal kita siapkan untuk disantap. 5..4..3..2..1.. santap… tak sampai 10 menit makanan digelar di sepanjang crashbag hitam, sudah habis terlahap. Mala mini kita jugapunya 2 saudara baru lagi 2 orang yang naik namun tujuan mereka Cuma sampai cikasur karena terbentok masalah karier. Setelah mengambil beberapa jepretan kamera untuk mengabaikan moment indah ini, saya pun masuk tenda, untuk beristirahat karena besok pagi kita harus masih berjalan dan tetap berjalan untuk menuju rawa embik.
Cikasur-Sicentor
Pagi Cikasur,
Kusapa engkau dengan ke Agungan yang Kau berikan
Seakan mistis yang kau berikan hilang oleh keindahan pagi-Mu.
Kabut, Savana, serta siratan cahaya mentari pagi mu melekat di anganku
Sebait kata aku coba mengekspresikan bagaimana terpesonaku dengan cikasur. Ya gak sebagus Rendra ketika menyiratkan kata she, hehehhe... Tapi aku sudah muli jatuh cinta pada cikasur. Pagi ini aku mencoba mengelilingi  savanannya, turun ke bawah mengambil air yang jernih, memetik selada air yang segar hingga melihat ayam hutan dari dekat dan mengendap. Pagi sekitar 05.30 wib aku memulai explore cikasur agar tak ketinggalan moment indahnnya. Dari Timur terbentang Landasan udara peninggalan jepang saat jaman penjajahan. Suara ayam bersahutan melengkapi pagi ini. Merak, pagi ini aku mencoba ingin melihat merak yang katannya masih ada di Pegunungan Argopuro ini. Namun setelah berjalan menyusri sekitar 1 jam alhasih merak iu tak terlihat, entah karena memang belum nasibku melihat dengan meta kepalaku sendiri. Setelah puas mengelilingi cikasur aku pun balik menuju tenda untuk menjemur baju tas dan sepatuku karena hujan kemarin. Dan membuat secangkir jahe untuk menghangatkan tubuh, kali ini koki kita Tama, onix, agam, dan oi. Jadi aku agak sedikit tenang dan menghabiskan waktuku melihat savanna yang luas dengan kedua mataku Pukul 09.00 makanan suda siap, menu pagi ini, macaroni kornet, ikan asin semur pedas manis, kering temped an selada air rebus sambal kacang. Nikmat bukan? Sungguh nikmat luar biasa…. Hahahah. Dan seperti biasa tak sampai 10 menit hidangan semua itu habis tak tersisa, hanya selembar crashbag panjang saja yang ada. Maklum lapar. Setelah makan, obrolan pagi dan canda tawa kita di pos cikasur kita packing untuk menuju sicentor.
“Selamat Tinggal Cikasur, Indahmu akan selalu ku ingat.
Suatu saat Cepat atau Lambat aku pasti akan kembali menikmati kabut tipis dan ungu lavendermu.”
Pukul 11.00 wib ready to the road, dari cikasur ke kanan menanjak sekitar 15 menit track awal yang kita hadapi. Terlihat kali ini cikasur dari ketinggian, serta kabut tipis menutupi hijau daratannya. Trac menuju sicentor landai, tapi tetap ada tanjakan yang harus kita dihadapi. kita akan disuguhkan savanna yang luas dan masuk hutan pinus. Sekitar 2jam tiba di sicentor. Sebelum sicentor track agak terlihat tertutup oleh kayu tumbang akibat terbakar. Jadi agak susah karena bercabang. Banyak orang tersesat didaerah ini karena jalan yang bercabang itu tadi. Sekitar 4 savana kita di paksa keluar masuk hutan dan melipir tebing yang agak sedikit curam. Namun dari ketinggian di turunan terakhir menuju sicentor terlihat pos sicentor, dan trpisah oleh sungai kecil yang membentang ke bawah. Setelah menyebrangi sungai Tim Akhirnya tiba di pos sicentor pukul 14.00 WIB yang disambut juga Hujan Deras. Tapi untunglah kita sudah tiba di pos. Terlihat pertigaan yang menuju ke Rawa Embik dan Satu menuju Taman Hidup dari pertigaan ini kita mengambil arah ke kanan yang agak sedikit naik untuk menuju rawa embik. Tapi selagi menunggu hujan reda kita memasak nasi agar nanti malam tak perlu memasak nasi lagi..

Sicentor-Rawa Embik
Sebelum menuju Rawa Embik kita melakukan gambreng untuk mengambil air di bawah dengan posisi hujan, alhasil keberuntungan kali ini tak jatuh padaku dan agung hingga terpaksa dan mau tak mau kita harus turun berdua mengambil air dibawah dengan hujan rintik di sore itu. Dingin memang air sicentor kembali merambati kaki yang terkena air. Setelah terisi penuh, akhirnya perjalanan kami lanjutkan menuju rawa embik. Sekitar pukul 15.00 wib tim berangkat menuju rawa embik, track menanjak pada awal perjalanan ini. Masih tetap masuk dan keluar savanna hijau membentang, sekitar 1 jam perjalanan kita tiba di padang edelwis yang tinggi menjulang, sungguh edelwis yang benar-benar tinggi hingga menutupi jalan kita, namun bunga-bungannya tak mekar karena memang bukan musimnnya. Sebelum mencapai rawa embik jalan menanjak sekitar 30 menit, dan akhirnya Tim tiba di Rawa Embik pukul 17.30 dengan masih hujan rintik yang menyambut di sini. Dengan sedikit perdebatan panjang antara lanjut menuju per3an dan bertenda di Rawa Embik akhirnya keputusan Tim untuk bermalam di Rawa Embik. Basah kuyup setelah hujan di sepanjang jalan memaksa kita untuk segera mendirikan tenda dan masuk agar hangat. Mala mini kita tidak memasak, lauk kering temped an telur goreng siap tinggal menyantap. Hanya membuat air hanta dan agar2 untuk besok di puncak.
Rawa Embik-Pertigaan Puncak-Puncak Rengganis-Puncak Argopuro
Pagi hari tiba setelah malam yang diguyur hujan deras memaksa tidur mala mini kurang nyenyak, karena air sedikit masuk kedalam tenda. Tapi malam terselesaikan juga. Suara gemericik air rawa embik yang mengalir di samping tenda membangunkan ku di pagi ini. Kabut tipis yang menusuk kulit tak henti-hentinya melekat. Rencana kita mulai jalan jam 07.00 wib. Maka pagi pun aku bergegas mempersiapkan semua dari kembali packing, membuat air hangat dan menyiapkan roti tawar untuk dipersiapkan sebelum perjlanan kita. Oiya semalam kita menyempatkan membuat agar namun alhasil tak jadi di pagi harinya karena kurang lama merebusnnya. Jadi terpaksa kita santap seperti bubur dengan di campur roti dan susu coklat. Tetap mantap dan istimewa. Pukul 08.00 WIB tim Kopi Liar Packing untuk melanjutkan perjalannya. Alhasil 09.00 WIB Tim mulai melanjutkan track menuju pertigaan, Jalan melipir bukit sekitar 30 menit dan menyebrang alur air hingga mata ku tertuju pada seekor monyet berwarna hita yang bergelantungan di Pohon.Hingga dia turun karena ketakutan akan kedatangannku. Sungguh eksotis Gunung Ini dan masih banyak binatang2 liar yang di jumpai selama perjalanan. Sekitar 1,5 jam berjalan dan terakhir hutan pinus yang menghantarkan kita ke gerbang edelweiss terakhir menuju puncak, yaitu pertigaan antara rengganis dan puncak argopuro. Kentang rebud yang semalam kita rebus di bagikan disini untuk mengganjal perut yang mulai kosong. Pukul 11.30 kita tiba di pertigaan puncak. Dan melepas carrier yang sudah 3 hari ini melekat di punggung untuk menuju puncak. Tanpa piker panjang dengan giranngnya saya melepas kedua tas ini dan langsung berjalan menuju puncak Rengganis bersama Tim Kopi Liar. Sekitar 15 menit berjalan terlihat peninggalan Dewi Rengganis yang konon dulu adalah sebuah kerajaan. Berbentuk kotak panjang di bawah puncak sebuah bangunan pra sejarah itu terlihat. Dan juga sebuah lesung yang berisi air. Katannya she air itu tak akan pernah habis meski kita ambil airnnya terus menerus. Disini kita juga sudah mencium bau belerang yang agak menyengat, dan juga adanya 3 in memorian yang tersibak di balik  dedaunan sebelah kanan jalan. Lanjut perjalanan sekitar 10 menit Tim Kopi Liar akhirnnya menggapai Puncak Rengganis Jam 12.00 WIB. Tumpukan batu pertanda puncak pun terlihat dengan sebelah kiri sebuah kawah mati yang hijau. National Anthem pun berkumandang di Puncak Rengganis jam 12.10 WIB. Setelah puas dan berdokumntasi Ria di puncak ini, kita pun turun untuk menuju puncak selanjutnnya yaitu Puncak Argopuro. Puncak Argopuro bersebelahan dan terlihat dari puncak rengganis. Setelah turun kita langsung naik kembali dengan melewati pohon pinus beserta anging yang berdesis. Pukul 12.30 WIB Tim Kpi Liar Tiba di Puncak Argopuro. Puncak argopuro terhalang oleh pohon pinus di puncaknya. Namun ada tumpukan batu sebagai tanda puncak itu. Ternyata ada bonus di puncak ini, Roti Tawar dan Puppy Orange yang di bawa om Pur di buka di puncak ini. Sungguh perasaan yang luar biasa akhirnya Tim Kopi Liar bisa berdiri tegar di Atas punca ini.  Setelah berhari-hari menembus hutan dan hujan yang menemani kedua puncak kita kumandangkan lagu dengan lantang, lagu kedua yaitu Syukur. Setelah lagu syukur berkumandang, Tim pun turun menuju pertigaan karena takut kemalaman untuk tiba di Taman Hidup.
Puncak Argopuro-Taman Hidup
Sekitar jam 13.00 WIB kita turun, setelah perut Kenyan terisi nasi dengan lauk ikan asin dan kering tempe. Turun kali ini kita melipir punggungan argopuro, ke kanan meski naik sedikit lewat jalur ini agak sedikit memotong perjalanan. Namun sekitar berjalan 1 jam ternyata jalan yang kita lewati salah. Kita malah terus naik hingga puncak arca naik ke atas. Hingga memaksa kita turun dan kembali ke track yang harusnnya ke kiri dan turun yang curam. Jalur ini sangat turun dan Curam hingga beberapa kali saya terpeleset ubtuk yabg ke sekian kalinnya. Jalanan yan sempit dan bannyaknya akar pohon menyusahkan kita saat berjalan. Tumbuhan dan ilalang yang rapat di sepanjang jalan ini mempersulit keadaan, dan berulang kali kita dipaksa untuk melangkah lebar untuk menyebrangi batang kayu besar yang tumbang. Sekitar 3 Jam perjalanan kita tiba di pertigaan antara sicentor dan Taman hidup yang terbentang bekas aliran sungai yang di sebut engklik. Setelah melewati 3 jam perjalanan yang sungguh melelahkan sekarang saatnta kita melewati ilalang yang rimbun dengan ketinggian selutut, jadi menyusahkan kita untuk melangkah turun. Tak sesekali kedua tangan ini berpegangan pada ilalang di kanan kiri untuk menahan kuda kuda kaki yang mulai gemetar menahan berat beban, dan” DJIANCUUUUKKKK…” tangan kiri ku pun akhirnya terkena djancukaan yang selama ini kita obrolkan. Akhirnya datang juga pelengkap gunung ini setelah terkena pohon djiancukan. Pedih dan sangat sakit, sekujur telapak tngan ini. Masih dengan track yang menurun, dan melipir tepian Jurang, hingga sekitar pukul 17.00 WIB kita memasuki HUTAN LUMUT yang dimana hutan ini sarangnya binatang buas, karena hutan ini sangatlah rapat, sampai sinar matahari pun tak mampu menembus belantara hutan yang rimbun akan ketinggiaannya. Kalajengking, ular, lintah pastinya ada di sekitaran Hutan yang dingin ini. Di Hutan Lumut ini, Saya dan Tim berjalan Cepat dan hanya sekali berhenti. Pokoknya extra ngebut. Hingga pukul 18.00 dimana gelap gulita menemani perjalanan malam ini. Hanya kunang-kunang yang senantiasa menampakaan cahayanya seolah memamerkan keindahan lampunya. Sebelum sampai di Taman Hidup kita melewati sungai kecil yang memaksa kita untuk melewatinya dngan sangat hati-hati. Karena Licin dan gela juga batang kayu hanya bisa di lewati satu orang, jadi harus bergantian.
“Kik….” Sahutan “Kik” dari kejauhan membuat kita lega, berarti Hutn lumut akan segera kita lewati. Benar Praduga ku. Tak lama kemudian kita tiba Di Taman Hidup pukul 18.30 WIB. Dan Tenda di dirikan di taman hidup, di tepi. Karena sebagian taman hidup teendam lumpur jadi dianjurkan untuk mendirikan di pinggir hutan. Mala mini saya dan teman saya oi, agung membuat sarden dan minuman hangat untuk menghangatkan malam ini. Namun setelah semua menu selesai dibuat, bakwan, sarden, nasi ternyata teman2 sudah kelelahan hingga akhirnya semua lauk kita makan untuk esok paginnya. Mala mini bersama Agung, Agam, CakAhmad dan saya bermain kartu remi dengan taruhan yang cukup menantang, yaitu menjulurkan lidah bagi yang kalah. Dan tak luput saya juga merasakan kekalahan ini. Hingga pukul 01.30 WIB kita istirahat dan bergegas tidu.

Taman Hidup-Basecamp Bremi
Pagi itu di keheningan Taman Hidup yang senantiasa kabutnya mengalir indah menuju sanubariku…
Pukul 05.30 WIB suda terang dan memaksa ku bangun untuk menujutaman hidup dan menyentuh air dinginnya. Lumpur rawa yang sampai di mata kaki – bawah dengkul untuk menuju dermaga. Rehat sejenak untuk sebelum turun di siang harinnya. Melihat sebagian Tim Memancing di dermaga. Alhasil banyak yang ia dapatkan, ikan mas se katannya. Tapi aku tak begitu tau jenis ikan, Karen kurang begitu suka juga dengan memancing. Jadi yang goreng dan makan ikan nya sajalah. Sekitar jam 10.00 WIB Makan pagi pun kita lakukan agar mengisi perut sebelum turun menuju Basecamp Bremi. “Taman Hidup memang sulit untuk di tinggalkan, melekat kabutmu di pagi hari mengajakku menari dalam keheningan tenang airmu”.  Hingga jam 12.00 WIB Tim Pendakian Kopi Liar turun menuju basecamp Bremi, lagi-lagi hujan dan hujan yang mengguyur kali ini cukup deras, hingga membuat licinnya jalan yang kita lewati. Tanah coklat dan padat serta siraman air dari hujan memang benar-benar membuat aku berulangkali terpeleset jatuh. Track yang kita lewati hutan yang lumayan lebat dan rapat sekitar 1,5 jam hingga kita tiba di kebun pohon Damar. Pohon dammar yang cukup luas sekita 45 menit kita lewati demi melengkapi track turun menuju base camp. Jalur di perkebunan ini bercabang, dan banyak jalur kecil yang berulang kali menyusahkan kita untuk memilih jalur mana yang harus kita lewati. Hingga sepucuk Tower terlihat dari kejauhan dan para petani dari kedua mataku terlihat menopang rumput untuk makan sapi mereka. Semangat kami kembali menggebu ketika kaki kita menginjakkan aspal setelah 5 hari kita menginjak tanah dan tak melihat tiang-tiang listrik bergelantungan. 2,5 jam berjalan, jam 14.30 wib saya pun tiba di Base Camp Bremi.  Di situ Nampak dari kejauhan om Pur dan Tanzie sudah tiba disana duluan. Dan semangkuk bakso menanti kita di emperan depan Rumah base Camp. Saparatoz…. Peluk canda sedih bahagia kita terlewati setelah melewati 5 hari 4 malam di Gunung Argopuro. Memang gunung yang memberikan pengalaman perjalanan yang luar biasa. Sekitar 2 jam Tim akhirnya berkumpul semua di basecamp. Lagi lagi Ngopi dan Ngopi lagi setelah bakso terenak terhabiskan oleh ku.
“Argopuro tak pernah terbayang akan keindahan mu sebelum dan sesudah aku menyusurimu dengan tekad dan semangatku
Argopuro, cikasurmu memberikan kedamaian yang sejuk dalam malam yang oanjang itu
Dan Kau Secantik Dewi Rengganis yang kokoh dan lembut membelaiku Dalam dingin dan rimbun hutan mu
Terima kasih Tuhan atas rahmat dan Karunia-Mu yang mengatarkanku menuju Keindahan-Mu”

Tim Pendakian Gunung Argopuro :
Om Pur-Cak Ahmad-Agung-Oi elbarnaz-Alvian Fendy (gimbal)-Utama Syahputra-Juni Ardi Junot-Uut-Onix-Agam-Tanzie Umira




Berangkat
Yogyakarta – Surabaya                      : Rp. 34.000 via bus
Surabaya – Probolinggo                     : Rp. 12.000/ org
Probolinggo – Alun-Alun Besuki       :RP. 8.000/ orang
Alun-Alun Besuki – Baderan              :15 .000/orang itu malam hari, kalau siang mungkin Rp 12.000/orang
Tiket masuk argopuro 7.000/orang, ya karena kita juga minjam motor dan minta tolong belikan spirtus jadi kita kasih Rp.100.000 untuk 12  orang

Bremi- Probolinggo              : Rp. 250.000 carter mobil elf travel executive( 1 mobil bisa 15 orang )
Probolinggo- Surabaya       :Rp. 12.000/org
Surabaya – Yogyakarta      : Rp. 34.000/org

Cikasur

Taman Hidup

Taman Hidup #4

Taman Hidup #3

Taman Hidup #2

Salah Satu penunggu Argopuro

Cikasur #2

Track sebelum cikasur

Sisa Bulan Purnama

Sunrise mata air 1

Angkuh


Lavender

Sunrise Cikasur

Cikasur #7

Cikasur #6

Camp 2

Sungai Cikasur(memetik Selada Air)

Aliran sungai yang membelah cikasur

Cikasur #2

Aliran Sungai


Menu Pagi Itu

Makan, posisi menetukan Gizi

Berteduh Di Sicentor

Rawa Embik Pagi itu

Rawa Embik

Packing Rawa Embik

Kawah Sebelum Puncak Rengganis

Stay Cool

Rengganis yang anggun

20 M sebelum Puncak

Air lesung Rengganis

My Blood

Plankat in Memorian

Tim Kopi Liar

View sebelum mata air 1

View perjalanan mata air 1

hampir Fullmoon

like

Waterfall

Camp 1. Mata air 1

Track mata air 1- cikasur

Stay cool om

Mata air 2 turun kebawah dikit dari batu ini

Alun-alun kecil

Semangat Kawan

Fullmoon In Cikasur


Saparatozzzzzz

Lanjut ke Sicentor

Cikasur

Move Move

Tanda Hektometer

Pohon Djiancukan

Track menuju sicentor

Taman Hidup

Puncak Arca Iyang

Taman Hidup 2

Cooking

Secangkir semangat kawan

                                                    






Summit Rengganis